Thursday 26 May 2011

Keadaan Masyarakat Andalusia Sebelum datangnya Islam

Sebelum datangnya Islam bangsa Goths yang menguasai Iberia   memeluk agama Nasrani aliran Arianism, yakni aliran keyakinan keagamaan yang berdasarkan ajaran Patriarch Arius (wafat 366) dari Constantinopel. Arianism itu menganut Unitary Faith, sebagai tandingan Trinity Faith dari aliran Athanasianism, berdasarkan ajaran bishop Athanasius (293-373 M) dari Alexandria. Arianism ini menganut keyakinan bahwa Allah adalah Maha Esa tanpa oknuman dan Jesus Keristus itu manusia biasa tetapi menjabat Rasul Allah dan Bunda Maria itu tidak layak dipanggil ibu dari Tuhan karena yang dilahirkan adalah manusia biasa. Arianism ini dianut oleh bangsa Goths Timur (Ostrogoths) maupun oleh bangsa Goths Barat (Visigoths), sewaktu mereka mulai menyebar dari daerah kediamannya di dataran tinggi Karphatia. (Yoesoef Sou’yb, 1984 : 3).
Thiudareiks dan pasukannya menyerbu serta menguasai semenanjung Italia pada tahun 489 M. Dalam penguasaan Thiudareiks ini sikap toleransi agama dijalankan dan kaum Ortodoks Katholik dan orang-orang Yahudi merasa terlindungi. Bangsa Yahudi pada masa sebelumnya selalu ditindas oleh penguasa Kristen dimanapun juga, karena keyakinan Ilahiat yang dianut agama Yahudi itu sangat bertentangan dengan keyakinan Ilahiat yang dianut Kristen. Akan tetapi dengan berkuasanya bangsa Goth Timur yang menganut ajaran Arianism yang memiliki kesamaan ajaran maka orang-orang Yahudi mendapat toleransi beragama.
Pada Tahun 325 M, sidang Gereja sedunia yang pertama dalam sejarah Kristen, memutuskan bahwa Athanasianism itu sebagai ajaran yang resmi dalam agama Kristen yaitu keyakinan tentang Trinity Faith. Selanjutya Konsili Nicae pada tahun 325 M memutuskan bahwa Arianism itu adalah ajaran bid’ah (heresy) dan para pengikutnya mesti dibasmi serta segala literaturnya mestilah dimusnahkan. Semenjak abad 4 M imperium Roma sudah melaksanakan keputusan Konsili Nicae yaitu membasmi ajaran Unitary Faith, akan tetapi mereka tidak mampu menjangkau bangsa Goths terutama Goths Barat (Yoesoef Sou’yb, 1984 : 4).
Sewaktu panglima Euriks dengan pasukannya maju dari Hungaria arah ke barat dan lalu merebut bagian selatan Perancis dan membangun Kingdom of Visigoths (466-507 M) disitu, mereka masih mempertahankan keyakinan Unitary Faith. Atas bujukan Paus dari Vatikan raja Clovis dari Frankish mempersiapkan pasukan untuk menyerang kerajaan Goths Barat. Clovis melakukan persiapan selama sebelas tahun dan pada tahun 507 M bangsa Goths dapat dikalahkan. Tetapi sejak 507 M bangsa Goths Barat sudah membangun kerajaan di semenanjung Iberia dibawah pimpinan Panglima Gesalrik (507-522 M), dengan ibukota di Toledo. Mereka masih mempertahankan ajaran Unitary Faith, hal itu bertahan bahkan sampai pada pemerintahan raja Reccared I (586-601 M).
Ajaran Unitary Faith musnah pada saat kekuasaan di pegang oleh Reccared I, ketika itu Reccared berhasil dibujuk oleh Bishop Isidore seorang uskup dari gereja Rum Khatolik yang berkedudukan di Sevilla. Raja Reccared mengumumkan ajaran Trynity Faith sebagai ajaran resmi di wilayahnya dan ajaran Unitary Faith adalah ajaran bid’ah (heresy) yang harus dibasmi. Sejak saat itu ajaran Unitary Faith ini mulai musnah dan penganutnya hanya meyakini ajaran itu secara sembunyi-sembunyi karena takut tekanan dari penguasa.
Dengan di umumkannya ajaran Trinity Faith menjadi agama resmi, maka kebebasan beragama orang-orang Yahudi dan orang yang menganut ajaran Unitary Faith mulai terusik dan mengalami masa penindasan kembali. Mereka dengan terpaksa memeluk ajaran Trinity Faith, karena tekanan dari penguasa. Karena tekanan tadi mereka tidak sepenuh hati memeluk ajaran Trinity Faith, secara sembunyi-sembunyi mereka masih menjalankan ajaran keagamaan masing-masing, dalam hati mereka merasa muak dengan para penguasa. Karena keadaan yang berubah drastis dan selalu dalam keadaan tertekan, kaum Yahudi dan orang yang masih menjalankan ajaran Unitary Faith menyimpan rasa benci dan muak kepada para penguasa.  
Keadaan ekonomi masyarakat di semenanjung Iberia sebelum masuknya Islam sangat memprihatinkan. Wilayah ini termasuk wilayah minus sejak beberapa abad lamanya, daerah miskin dan melarat baik di bawah kekuasaan imperium Roma maupun dibawah kekuasaan bangsa Vandalas sampai kepada kekuasaan bangsa Visigoths (Yosoef Sou’yb, 1984 : 247). Keadaan ekonomi yang memprihatinkan ini selain dipengaruhi oleh keadaan alam yang minus, juga dipengaruhi oleh keadaan politik yang tidak stabil. Peperangan sering terjadi, hubungan masyarakat dengan penguasa tidak harmonis. Keadaan semenanjung Iberia yang kacau dan tidak stabil ini nantinya akan memudahkan orang-orang Islam masuk dan menguasainya.
Menurut Robert Briffault, seperti dikutip oleh Abul Hasan Ali Nadwi (1987 : 5), secara umum keadaan Eropa dari abad kelima sampai abad kesepuluh tenggelam dalam kegelapan barbanisme (kebiadaban sadis) yang semakin kelam dan pekat. Barbanismelah yang jauh lebih mengerikan dan menakutkan dibanding dengan biadapnya kaum primitif, karena ia merupakan barang busuk dari apa yang pernah menjadi peradaban besar. Gambaran dan pengaruh peradaban ini hampir hilang sama sekali. Di tempat perkembangannya yang paling puncak seperti Italia dan Gaul, semuanya telah hancur, melarat dan terpecah belah.

Friday 13 May 2011

Geografis Andalusia

Semenanjung Iberia di Eropa, yang meliputi wilayah Spanyol dan wilayah Portugal sekarang ini, menjorok ke selatan dari laut, ujung semenanjung hanya dipisahkan oleh sebuah selat sempit dengan ujung benua Afrika yaitu selat Gibraltar. Imperium Romawi semenjak abad pertama sebelum Masehi sampai abad kelima Masehi menguasai semenanjung Iberia itu. Kemudian semenanjung Iberia dikuasai oleh bangsa Visigoths pada tahun 507 M. Sebelum ditaklukan oleh bangsa Visigoths, semenanjung Iberia didiami oleh bangsa Vandals. Wilayah yang mereka diami itu sering mereka sebut dengan Vandaluzia. Dengan merubah ejaannya dan cara membunyikannya, maka bangsa Arab pada masa berikutnya menamakan semenanjung Iberia itu dengan Andalusia (Yoesoef Sou’yb, 1984 : 1).
Di bawah tekanan bangsa Visigoths itu maka bangsa Vandals itu memencar ke berbagai tempat disepanjang pesisir Afrika dan disitu berasimilasi dengan suku besar Berber. Pada masa berikutnya bangsa Arab sendiri berasimilasi dengan suku besar Berber itu, yaitu suku besar yang mendiami wilayah luas Afrika Utara. Dalam penaklukan wilayah Iberia dikemudian hari, bangsa Arab dibantu oleh suku besar Berber yang berhadapan lagi dengan bangsa Visigoths.
Visigoth bermakna : bangsa Goths Barat, sebutan itu untuk membedakannya dari Ostrogoths yang bermakna bangsa Goths Timur. Goth adalah salah satu suku diantara suku-suku tua bangsa Teuton (Jerman) yang menjelang abad Masehi memencar ke timur dan mendiami wilayah sekitar Baltik. Suku Goths kurang serasi dengan wilayah itu, lalu pada masa belakangan melakukan perpindahan ke arah selatan dan mendiami wilayah Pensylvania pada dataran tinggi Karphatia, disitulah mereka berkembang dan menjadi besar. Lambat laun suku besar Goths merupakan suatu kekuatan yang menakutkan dan mengancam terhadap imperium Roma Timur pada Abad ke-5 M.
Di bawah pimpinan panglimanya Thiudareiks (Theodoric the Great), suku besar Goths maju menyerbu ke selatan dan kemudian merebut dan menguasai wilayah Macedonia menjelang penghujung abad 5 M. Kaisar Zenon (474-491 M) dari Constantinopel berhasil melakukan pendekatan terhadap panglima bangsa Goths itu dan merayu mereka supaya maju ke arah barat dengan melukiskan kemakmuran semenanjung Italia yang tengah di kuasai oleh Odovacar. Theudareiks dengan pasukannya lalu merebut Yugoslavia dan Hungaria dan pada tahun 489 M menyerang semenanjung Italia dan menguasainya sampai tahun 526 M. Mereka ini yang kemudian dipanggil dengan Ostrogoths, yakni bangsa Goths Timur. Satu cabang dari suku besar Goths itu dibawah pimpinan panglima Euriks maju dari Hungaria ke arah barat lalu berhasil merebut dan menguasai bagian selatan Prancis dan membangun kerajaan disitu dengan ibukota berkedudukan di Toulouse. Mereka ini yang kemudian dipanggil dengan Visigoths, yakni bangsa Goths Barat (Yoesoef Sou’yb, 1984 : 2).
Sewaktu Frankish Kingdom (kerajaan Frank) berada di bawah pemerintahan Raja Clovis (481-511 M), yang memeluk agama Nasrani pada tahun 496 M, iapun berhasil menghalau bangsa Goths barat dari bagian selatan Prancis pada tahun 507 M, merebut ibukota Toulose. Bangsa Goths Barat ini mengundurkan diri ke sebrang pegunungan Pyrenees, lalu merebut semenanjung Iberia dari bangsa Vandals dan membangun kerajaan Goths Barat (507-711 M) disitu, dengan ibukota berkedudukan di Toledo, di pinggir sungai Tag. Mereka memerintah disitu lebih kurang dua abad lamanya menjelang Kingdom of Visigoths itu ditumbangkan oleh pasukan Islam pada tahun 711 M. Bangsa Goths itu meninggalkan jejak-jejak besar di Barat  yang sampai kini dapat disaksikan, dikenal dengan seni bangunan Gothik.

Monday 9 May 2011

Sekilas Tentang Andalusia Islam


Daulah Umayyah di Damaskus di dirikan oleh Muawiyyah ibn Abi Sofyan. Abu Sofyan memindahkan pusat pemerintahan Islam dari Madinah ke Damaskus, serta melanjutkan ekspansi ke wilayah Afrika Utara yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi yaitu kerajaan Gothik. Setelah daerah ini benar-benar dikuasai,   maka ekspansi dilanjutkan ke Eropa.
Ekspansi ke eropa dilakukan pada saat pemerintahan daulah Umayyah di pegang oleh Khalifah Al-Walid, ekspansi di Thariq ibn Ziyad, Tharif ibn Malik dan Musa ibn Nusair. Ekspansi ini berhasil menduduki kota-kota penting di Andalusia seprti Seville, Saragosa, mallaga dan Cordoba. Bahkan pada saat kepemimpinan Khalifah Umar ibn Abdul Azis ekspansi diteruskan sampai ke wilayah pegunungan Pyrenia dan Prancis selatan. Pada tahun 132 H/750 M daualat umayyah runtuh dan digantikan oleh daulah Abasyah di Bagdad, secara adminitrasi daulat Islam di Andalusia dibawah kekuasaan daulah Abasyah.
Setelah Andalusia benar-benar dikuasai, kegiatan-kegiatan pembangunan mulai dilaksanakan. Pada masa pemerintahan Abd Al-Rahman Al-Dakhil mendirikan sekolah-sekolah di kota-kota besar di Andalusia. Periode Abd Al-Rahman Al-Ausath yang dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu, filsafat berkembang dengan pesat. Gerakan penerjemahan filsafat peninggalan Yunani dilakukan secara besar-besaran, banyak buku-buku di impor dari daulah abasyah di Bagdad untuk menambah koleksi perpustakaan di Andalusia.
Di universitas-universitas yang ada di Andalusia itu, banyak pelajar-pelajar dari berbagai wilayah bertemu untuk menuntut ilmu, termasuk orang-orang Eropa. Kondisi Eropa yang sedang dalam masa kegelapan memaksa orang-orang Eropa untuk belajar di universitas-universitas Islam. Para pelajar Eropa ini yang nantinya mengembangkan ilmu pengetahuan yang di dapat dari belajar di universitas Islam dan mendirikan universitas-universitas di Eropa. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan di Eropa maka secara lambat laun menyadarkan bangsa Eropa atas ketertinggalannya dengan orang Islam, sejak itu orang-orang Eropa mulai bangkit, maka lahirlah masa kebangkitan yang sering disebut dengan renaissance.

Tuesday 19 April 2011

Andalusia Jejak sejarah Islam yang hilang


Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini, banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Memang banyak saluran peradaban Islam yang mempengaruhi Eropa, seperti lewat jalur perdagangan di Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran yang terpenting adalah daulah Bani Umayyah di Andalusia (Spanyol Islam).
Bani Umayyah merupakan penguasa islam setelah khulafaur Rasidin yang berhasil melebarkan kekuasaannya sampai benua Eropa. Di Tahun 771 M, pasukan Islam di bawah pimpinan Tariq bin Ziyad berhasil menguasai Gibraltar (Jabal Tariq) dan berhasil menaklukkan kota-kota penting seperti, Cordoba, Granada dan Toledo kemudian secara berangsur-angsur wilayah Andalusia dapat dikuasai oleh pasukan Islam. Sejak itulah dimulai babak baru kekuasaan Islam di Andalusia.
Daulah Bani Umayyah Andalusia berakhir setelah tiga setengah abad berkuasa di Andalusia yaitu pada tahun 1031 M. Sewaktu wibawa daulat Umayyah mulai lumpuh, maka gubenur-gubenur setempat telah membebaskan dirinya dan membentuk kerajaan-kerajaan setempat di wilayah masing-masing. Inilah yang dipanggilkan dengan Muluk-al-Thawaif didalam sejarah Islam di Andalusia, yakni raja-raja setempat. Para Muluk-at-Thawaif  ini masih sempat berkuasa 461 tahun lamanya di Andalusia, yakni sampai tahun 1492 M.(Yoesoef Sou’yb. 1984 : 14).
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Andalusia hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. (Badri yatim, 2006 : 93). Di masa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. (Ensiklopedia Islam, 1997 : 133).
Spanyol (salah satu bagian wilayah Andalusia) merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antar negara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik.(Badri Yatim, 2006 : 108)
Di negeri inilah lahir tokoh-tokoh muslim ternama yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan, seperti Ilmu Agama Islam, Kedokteran, Filsafat, Ilmu Hayat, Ilmu Hisab, Ilmu Hukum, Sastra, Ilmu Alam, Astronomi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dengan segala kemajuan dalam berbagai ilmu pengetahuan, kebudayaan serta aspek-aspek ke-Islaman, Andalusia kala itu boleh dikatakan sebagai pusat kebudayaan Islam dan ilmu pengetahuan yang tiada tandingannya setelah Konstantinopel dan Bagdad. Tak heran, waktu itu pula bangsa-bangsa Eropa lainnya mulai berdatangan ke negeri Andalusia ini untuk mempelajari berbagai Ilmu pengetahuan dari orang-orang Muslim Spanyol, dengan mempelejari buku-buku buah karya cendekiawan Andalusia baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.
Pada periode 912-1013 M, umat Islam di Andalusia mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan Daulah abbasiyah di Bagdad. ( badri yatim, 2006 : 97). Ketika jayanya kebudayaan Islam, di Andalusia didirikan Universitas-universitas Islam. Tidak sedikit dari mahasiswa-mahasiswa Eropa Barat yang menuntut ilmu di sana. Pengaruh peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. (Badri Yatim, 2006 : 109)
Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Mereka inilah yang telah membawa perubahan cara berpikir di Eropa barat, dengan cara mengembangkan pemikiran filsafat terutama aliran Averroeisme yang mengajarkan tentang logika dan pemikiran rasional.( Yunasril Ali, 1991 : 98)
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa telah berlangsung sejak abad 12 M. Dalam abad ke 14 timbul gerakan kebangkitan kembali untuk mencernakan pustaka Yunani yang berhasil diselamatkan, dipelihara dan dikenal berkat terjemahan-terjemahan Arabnya. Dari bahasa Arab karya-karya tulis tersebut diterjemahkan kembali dalam bahasa Latin. Walaupun tidak terlalu besar, namun ada pengaruh Islam yang masuk Eropa melalui Perang Salib. (Al Hamid Al Husaini, 1993 : 925)
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin. (Badri Yatim, 2006 : 110)
Terjemahan bahasa Yunani, Persia, Hindu, dan Syiria semurni penerjemahan karya-karya muslim dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin, diperkenalkan konsep-konsep baru pengetahuan Eropa, penelitian Skolastik seperti matematika, sejarah, dan eksperimen. Paling penting penerjemahan-penerjemahan ini merupakan bagian terbesar dari ilmu pengetahuan klasik dan ilmu pengetahuan muslim serta karya-karya unggulan.(Mehdi Nokosteen, 1996 : 240)
Ketika kekuasaan Islam mulai mundur pada abad 14 M, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politi dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan kemajuan dalam bidang Ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Andalusia, dari universitas-universitas di Andalusia ini Eropa banyak menimba ilmu.
Sumbangan daulat Islam di Andalusia terhadap renaissance di Eropa ini sangat menarik untuk diteliti karena kontribusi daulat Islam di Andalusia dalam mempertahankan dan menggembangkan warisan pengetahuan dari Yunani sangat nyata. Umat Islam bukan hanya menjaga, akan tetapi juga mengembangkan Ilmu warisan Yunani tersebut. Banyak buku-buku peninggalan dari Aristiteles, Plato, Sokrates yang diterjemahkan dan dikembangkan oleh ilmuwan Islam. Akulturasi antara budaya Islam dan Yunani ini melahirkan pengetahuan Greco-Muslim.
Keadaan perkembangan filsafat Yunani, ketika pertemuan awal dengan umat Islam sedang berada pada titik yang terendah, bahkan hampir punah karena ditekan dan diabaikan oleh penguasa saat itu. Wacana keilmuan Yunani menemukan penyelamatnya yang mampu membangkitkan kembali semangat lama beserta substansi dengan uraian original pada orang Islam, seperti yang dilakukan Ibn Rusyd. Kaum Muslimin juga mengkonsolidasikan antara agama dan filsafat dengan cara yang adil, seimbang dan rasional pada saat itu.
Pengetahuan Greco-Muslim ini pada akhirnya sampai ketangan bangsa Eropa melalui universitas-universitas serta perpustakaan-perpustakaan yang didirikan dinasti Umayyah di Andalusia. Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam tetapi pengetahuan yang di dapat dari umat muslim itu menyadarkan bangsa Eropa dan pada akhirnya membangkitkan gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (raenaissence) pada abad ke-14 M yang bermula dari Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17, dan pencerahan (aufklaerung) pada abad ke-18 M.